Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Tuesday, April 21, 2009

17 Parpol di Malang tolak hasil Pemilu

MALANG (bisnis.com): Sebanyak 17 partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu) di Kota Malang, Jawa Timur, menolak hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi pemilihan Umum (KPU) setempat.

Koordinator ke-17 parpol yang menolak hasil penghitungan suara tingkat Kota Malang, Bambang GW, Selasa, menyatakan, pelaksanaan Pemilu 2009 sejak awal sudah terjadi ketidakjujuran dan banyak masalah yang tersistematis, termasuk daftar pemilih tetap (DPT).

Selain menolak hasil penghitungan suara ditingkat KPU, Bambang GW yang membawahi 17 parpol tersebut, juga langsung meninggalkan ruangan (tempat penetapan hasil rekapitulasi) KPU, setelah menyatakan penolakannya.

Tidak hanya Bambang GW dan 17 orang ketua masing-masing parpol, tetapi juga para saksi dari 17 parpol tersebut, juga ikut meninggalkan ruangan KPU.

"Dari sini (KPU), kami langsung lapor ke panitia pengawas (panwas) dan ditindaklanjuti ke kepolisian. Meski kami yakin tidak akan ditindaklanjuti, paling tidak kami sudah memenuhi prosedur dan menyatakan sikap sebagai warga negara yang `didzolimi`," katanya.

Ia menegaskan, sikap nyata ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, akan tercermin dalam pemilu presiden (pilpres) Juli 2009.

"Lihat saja nanti, bagaimana sikap kita dalam pilpres," kata Bambang GW dengan nada mengancam.

Ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, di antaranya adalah PBB, Partai Republikan, PKNU, Partai Kedaulatan, Partai Patriot, Partai Merdeka, PBR, Partai Pelopor dan Partai Buruh.

Sementara itu, dalam penetapan rekapitulasi suara tingkat kota di KPU Kota Malang yang dihadiri panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan saksi dari parpol itu, juga masih diwarnai oleh beberapa protes di antaranya penambahan dan pengurangan suara di beberapa PPK.

Selain itu, juga masih adanya tuntutan agar KPU setempat menggelar pencentangan ulang di tempat pemungutan suara (TPS) 23 Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, karena adanya surat suara yang tertukar dan proses pencentangan tetap dilanjutkan.

Ketua KPU Kota Malang, Hendry, S.T., mengatakan, hasil rekapitulasi suara pemilu segera dikirimkan ke KPU Provinsi Jatim, karena sudah ditetapkan dan ditandatangani oleh pihak-pihak terkait, termasuk PPK dan saksi dari parpol. (dj)

Dikutip dari : bisnis.com

Friday, April 10, 2009

Jangankan Memilih, Menghitung Saja Mereka Pening

Sabtu, 11 April 2009 | 06:48 WIB

PEKANBARU, KOMPAS.com - Hari pemilihan umum walau telah berlalu pada Kamis (9/4), namun bagi warga Talang Mamak, suku asli Riau yang bermukim di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau masih menjadi pembicaraan terutama tentang fungsi surat suara yang berukuran besar dan berjumlah empat lembar.

"Kertas yang hendak dipilih itu ukurannya besar, banyak pulak sampai empat helai," ujar Lonceng, seorang warga Talang Mamak yang bermukim di Desa Talang Kedabu, Jumat.

Lonceng menceritakan tentang pengalamannya ikut memilih pada Kamis di Tempat Pemilihan Suara (TPS) 3 di desanya. Semula ia bingung mau diapakan empat lipatan kertas yang diberikan oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan kemudian menyuruhnya masuk bilik suara.

Surat suara tersebut helai demi helai dibukanya dan dia pun tidak paham mau diapakan. Lama ia memandang kertas berukuran besar yang berada di depannya itu dan kemudian kertas tersebut dibawanya lagi keluar bilik suara.

"Mau diapakan kertas ini?" tanyanya pada beberapa petugas yang disambut gelak tawa warga yang hadir termasuk petugas pemungutan suara di TPS itu.

Setelah dijelaskan bahwa dia harus memilih partai atau nama calon yang tertera di kertas tersebut dengan cara mencoret, barulah dia masuk lagi ke bilik suara.

"Disuruh mencoret salah satu partai ya saya coret tapi entahlah, tepat atau tidak saya tidak tau," katanya seraya menghisap dengan nikmatnya sebatang rokok nipah.

Pening

Ketidaktahuan masyarakat asli Riau itu tentang proses memilih dalam Pemilu 2009 juga diakui seorang pengawas independen yang menyusuri TPS-TPS yang berada di desa-desa pemukiman Talang Mamak di Inhu.

"Banyak surat suara tidak sah di TPS-TPS yang kami kunjungi. Ketidaktahuan masyarakat dalam memilih yang menyebabkan surat suara tidak sah," ungkap Ameng, salah seorang aktivis LSM yang memantau pelaksanaan pemilu di pemukiman warga suku asli itu.

Menurut dia, ketidaktahuan masyarakat itu selain penduduk asli tersebut banyak yang buta huruf juga tidak adanya sosialisasi tentang pemilu pada masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun partai politik.

Itu sebabnya, lanjut dia, banyak warga Talang Mamak kebingungan saat berada di bilik suara. Ada warga yang begitu menerima surat suara dari petugas PPS langsung berlalu meninggalkan TPS dan setelah dijelaskan barulah ia masuk ke bilik suara namun tidak melakukan pemilihan tapi mendekam lama-lama di bilik suara. Entah apa dibuatnya.

Ada juga warga yang memilih dengan cara mencentang pada bagian kotak pilihan nama calon legislatif yang kosong ataupun mencoret diantara kotak-kotak partai, yang menyebabkan surat suara tersebut hangus.

"Banyak surat suara menjadi hangus karena ketidaktahuan cara memilih. Satu TPS bahkan mencapai puluhan surat suara," ungkap Ameng.

Kebingungan lainnya, lanjut Ameng, adalah saat penghitungan surat suara. Petugas PPS di PTS umumnya adalah warga Talang Mamak dengan pengetahuan tulis baca yang minim sehingga untuk merekapitulasi suara mereka juga kewalahan jika tidak dibantu oleh petugas dari kecamatan.

"Jangankan hendak memilih mereka pening, menghitung jumlah suara saja mereka pening. Itu sebabnya di TPS-TPS di daerah Talang Mamak penghitungan suara berlangsung hingga subuh," ungkap Ameng.

Wednesday, April 8, 2009

Mayoritas Sudah Tentukan Pilihan, 12 Persen Pilih Golput

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 22 persen pemilih di Jawa belum memiliki pilihan partai saat pelaksanaan pemilu nanti. Sementara itu, sebanyak 62,73 persen pemilih menyatakan sudah memiliki partai dan 12,13 persen menyatakan akan golput.

Hal tersebut dipaparkan dalam hasil survei Reform Institute tentang perilaku pemilih di Jawa menjelang Pemilu Legislatif 2009.

"Responden yang menyatakan telah memiliki partai cukup besar atau mencapai 62,73 persen," kata peneliti Reform Institute, Khalid Novianto, saat jumpa pers, Jakarta, Senin (6/4).

Dalam survei yang melibatkan 1.500 responden di Jawa itu, partisipasi politik dalam pemilu mendatang masih cukup tinggi. Sebanyak 88 persen menyatakan akan menggunakan haknya dalam Pemilu Legislatif 9 April.

Dilihat dari segi sebarannya, responden yang mengaku belum memiliki pilihan partai plitik sebagian besar adalah di Banten sekitar 35,16 persen, kemudian disusul DIY sebesar 32,5 persen, Jawa Barat sekitar 25,68 persen, Jawa Tengah sekitar 23,32 persen, dan Jatim sekitar 23,61 persen.

Lebih jauh Khalid mengatakan, sebagian besar reponden belum menentukan pilihannya karena mengaku masih pikir-pikir. Selebihnya menyatakan masih menunggu anjuran keluarga, kiai, kepala desa, hingga alasan menunggu ada yang memberi uang. "Sekitar 89,3 persen mengaku masih akan pikir-pikir," ujarnya.

Friday, March 13, 2009

Setelah 'koalisi nasi goreng' Mega - JK

oleh : Arief Budisusilo

Hari-hari ini dinamika politik seperti gerakan harga saham yang liar bagaikan roller coaster. Bedanya, kalau fluktuasi harga saham biasanya seperti bejana berhubungan, dinamika politik belakangan ini sulit mencari hubungan yang langsung bisa ketemu nalar.

Anda tahu semua, setelah Prabowo Subianto meluncurkan delapan agenda aksi Partai Gerindra, Selasa lalu, sehari kemudian Sintong Panjaitan meluncurkan buku yang seolah 'membombardir' track record Mas Bowo, sapaan Prabowo, ketika terjadi penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998 dan seputar pergantian kekuasaan pada 1998.

Sehari berselang, Kamis, mata kita mengarah pada pertemuan dua pentolan partai politik terbesar, Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla. Lalu di Makassar, tanah kelahiran Jusuf Kalla, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkena serangan penyakit asam lambung sehingga batal meresmikan dua proyek besar yang telah diagendakan.

Presiden juga membatalkan kunjungan ke Kalimantan Selatan. Kita kemudian mendengar berbagai spekulasi, bahwa Yudhoyono mengalami political underpressure akibat berbagai perkembangan tadi, lalu muncul bantahan.

Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng, yang kebetulan adalah salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, partai pengusung Yudhoyono, menyatakan bahwa presiden sakit adalah hal yang wajar. It's a human being. Apalagi, kalau dikaitkan dengan pertemuan Megawati- dalam pemilu, merujuk penjelasan Andi itu, rasanya terlalu jauh. "Presiden juga manusia, bisa sakit," begitu kata Andi.

Namun yang pasti, pertemuan Mega-JK (sapaan akrab Megawati dan Jusuf Kalla) telah menjadi catatan tersendiri di tengah aneka spekulasi yang berkembang tentang koalisi menuju pemilu presiden mendatang.

Laporan media menyebutkan pertemuan itu cuma berlangsung 30 menit, dan tidak ada perbincangan serius. Selebihnya, para politisi dari kubu Mega dan JK itu makan-makan, dengan menu nasi goreng kampung.

Namun usai pertemuan itu dibagikan selebaran mengenai lima butir kesepakatan PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Lima butir kesepakatan yang bergambar foto Mega dan JK itu bahkan diteken oleh Megawati, Ketua Umum PDIP, dan Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar.

Masih perlu banyak follow-up dari pertemuan itu, tetapi butir pertama kesepakatan yang diteken jelas sekali: Membangun pemerintahan yang kuat untuk membangun kesejahteraan rakyat!

Jelas, bagi saya, kesepakatan itu clear dan to the point.

Arahnya tak perlu diterjemahkan lagi.

Karena itu, Mega maupun JK tak banyak komentar. Malah, Mega cuma dikutip mengatakan, "Kami tadi makan enak. Saya pilih nasi goreng kampung. Enak sekali," katanya, setelah pertemuan di sebuah rumah di kawasan Imam Bonjol itu.

Blue chip

Di seberang Jalan Imam Bonjol 66 itu, kisah lainnya mulai sayup-sayup terdengar. Mungkin spekulasi yang terakhir ini belum banyak dibicarakan, tetapi sudah mulai terdengar sayup-sayup, yakni bagaimana seandainya Demokrat, partai besutan SBY, benar-benar tak punya teman koalisi?

Memang, kini mulai terdengar kembali upaya elite Partai Keadilan Sejahtera yang bakal membuka pintu koalisi dengan Demokrat. Jika itu nanti benar terjadi, akan relatif lebih mudah bagi SBY untuk maju pada pencalonan presiden, asalkan suara Demokrat dan suara PKS sama-sama signifikan sehingga dapat memenuhi presidential treshold (syarat minimum mengajukan presiden berdasarkan perolehan suara di parlemen) yang 25% itu.

Bagi Demokrat, mungkin juga tak jadi masalah seandainya bisa memenangi pemilu dengan amat signifikan seperti hasil aneka survei yang telah diumumkan: di atas 20%. Artinya, Demokrat tinggal mengumpulkan satu dua partai yang memperoleh suara minimal 2,5% untuk diajak berkoalisi, selesai.

Namun, akan jadi masalah besar, jika kemudian perolehan Demokrat cuma naik tak terlalu signifikan dibandingkan dengan pemilu 2004, yang kala itu memperoleh 8%. Kalau partai itu cuma memperoleh suara sekitar 10%-15%, ceritanya bisa lain, dan bisa sangat dramatis.

Beberapa rekan saya mulai memperbincangkan kemungkinan adanya 'gerakan bersama', yang melibatkan banyak pialang dan petualang, agar SBY, the incumbent, tidak dapat melaju lagi dan terhadang persyaratan treshold itu.

Secara logika, upaya menjegal SBY bisa dilakukan, asalkan tidak ada partai besar yang mau lagi berkoalisi dengan Demokrat, alias tak mau lagi 'Bersama SBY'. Pemikiran itu muncul, karena aneka macam survei selalu menempatkan SBY dengan popularitas yang jauh tak tertandingi, yang membuat ciut nyali para penantangnya. Di kelasnya, SBY adalah calon presiden yang sangat blue chip, karena hampir semua survei mengunggulkannya di atas 50%.

Karenanya, 'Koalisi nasi goreng' di Imam Bonjol 66 itu menjadi menarik dan kontekstual. Bab terakhir dari buku pemilu ini akan sangat tergantung bagaimana "koalisi nasi goreng" itu meluas dan melebar. Dampak politiknya bisa jadi seperti lantai bursa belakangan ini, di mana saham-saham yang semula sangat blue chip, tiba-tiba jatuh bergelimpangan karena termakan aksi main goreng para pialang. (arief.budisusilo@bisnis.co.id)