Friday, March 13, 2009

Setelah 'koalisi nasi goreng' Mega - JK

oleh : Arief Budisusilo

Hari-hari ini dinamika politik seperti gerakan harga saham yang liar bagaikan roller coaster. Bedanya, kalau fluktuasi harga saham biasanya seperti bejana berhubungan, dinamika politik belakangan ini sulit mencari hubungan yang langsung bisa ketemu nalar.

Anda tahu semua, setelah Prabowo Subianto meluncurkan delapan agenda aksi Partai Gerindra, Selasa lalu, sehari kemudian Sintong Panjaitan meluncurkan buku yang seolah 'membombardir' track record Mas Bowo, sapaan Prabowo, ketika terjadi penculikan aktivis dan kerusuhan Mei 1998 dan seputar pergantian kekuasaan pada 1998.

Sehari berselang, Kamis, mata kita mengarah pada pertemuan dua pentolan partai politik terbesar, Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla. Lalu di Makassar, tanah kelahiran Jusuf Kalla, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkena serangan penyakit asam lambung sehingga batal meresmikan dua proyek besar yang telah diagendakan.

Presiden juga membatalkan kunjungan ke Kalimantan Selatan. Kita kemudian mendengar berbagai spekulasi, bahwa Yudhoyono mengalami political underpressure akibat berbagai perkembangan tadi, lalu muncul bantahan.

Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng, yang kebetulan adalah salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, partai pengusung Yudhoyono, menyatakan bahwa presiden sakit adalah hal yang wajar. It's a human being. Apalagi, kalau dikaitkan dengan pertemuan Megawati- dalam pemilu, merujuk penjelasan Andi itu, rasanya terlalu jauh. "Presiden juga manusia, bisa sakit," begitu kata Andi.

Namun yang pasti, pertemuan Mega-JK (sapaan akrab Megawati dan Jusuf Kalla) telah menjadi catatan tersendiri di tengah aneka spekulasi yang berkembang tentang koalisi menuju pemilu presiden mendatang.

Laporan media menyebutkan pertemuan itu cuma berlangsung 30 menit, dan tidak ada perbincangan serius. Selebihnya, para politisi dari kubu Mega dan JK itu makan-makan, dengan menu nasi goreng kampung.

Namun usai pertemuan itu dibagikan selebaran mengenai lima butir kesepakatan PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Lima butir kesepakatan yang bergambar foto Mega dan JK itu bahkan diteken oleh Megawati, Ketua Umum PDIP, dan Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar.

Masih perlu banyak follow-up dari pertemuan itu, tetapi butir pertama kesepakatan yang diteken jelas sekali: Membangun pemerintahan yang kuat untuk membangun kesejahteraan rakyat!

Jelas, bagi saya, kesepakatan itu clear dan to the point.

Arahnya tak perlu diterjemahkan lagi.

Karena itu, Mega maupun JK tak banyak komentar. Malah, Mega cuma dikutip mengatakan, "Kami tadi makan enak. Saya pilih nasi goreng kampung. Enak sekali," katanya, setelah pertemuan di sebuah rumah di kawasan Imam Bonjol itu.

Blue chip

Di seberang Jalan Imam Bonjol 66 itu, kisah lainnya mulai sayup-sayup terdengar. Mungkin spekulasi yang terakhir ini belum banyak dibicarakan, tetapi sudah mulai terdengar sayup-sayup, yakni bagaimana seandainya Demokrat, partai besutan SBY, benar-benar tak punya teman koalisi?

Memang, kini mulai terdengar kembali upaya elite Partai Keadilan Sejahtera yang bakal membuka pintu koalisi dengan Demokrat. Jika itu nanti benar terjadi, akan relatif lebih mudah bagi SBY untuk maju pada pencalonan presiden, asalkan suara Demokrat dan suara PKS sama-sama signifikan sehingga dapat memenuhi presidential treshold (syarat minimum mengajukan presiden berdasarkan perolehan suara di parlemen) yang 25% itu.

Bagi Demokrat, mungkin juga tak jadi masalah seandainya bisa memenangi pemilu dengan amat signifikan seperti hasil aneka survei yang telah diumumkan: di atas 20%. Artinya, Demokrat tinggal mengumpulkan satu dua partai yang memperoleh suara minimal 2,5% untuk diajak berkoalisi, selesai.

Namun, akan jadi masalah besar, jika kemudian perolehan Demokrat cuma naik tak terlalu signifikan dibandingkan dengan pemilu 2004, yang kala itu memperoleh 8%. Kalau partai itu cuma memperoleh suara sekitar 10%-15%, ceritanya bisa lain, dan bisa sangat dramatis.

Beberapa rekan saya mulai memperbincangkan kemungkinan adanya 'gerakan bersama', yang melibatkan banyak pialang dan petualang, agar SBY, the incumbent, tidak dapat melaju lagi dan terhadang persyaratan treshold itu.

Secara logika, upaya menjegal SBY bisa dilakukan, asalkan tidak ada partai besar yang mau lagi berkoalisi dengan Demokrat, alias tak mau lagi 'Bersama SBY'. Pemikiran itu muncul, karena aneka macam survei selalu menempatkan SBY dengan popularitas yang jauh tak tertandingi, yang membuat ciut nyali para penantangnya. Di kelasnya, SBY adalah calon presiden yang sangat blue chip, karena hampir semua survei mengunggulkannya di atas 50%.

Karenanya, 'Koalisi nasi goreng' di Imam Bonjol 66 itu menjadi menarik dan kontekstual. Bab terakhir dari buku pemilu ini akan sangat tergantung bagaimana "koalisi nasi goreng" itu meluas dan melebar. Dampak politiknya bisa jadi seperti lantai bursa belakangan ini, di mana saham-saham yang semula sangat blue chip, tiba-tiba jatuh bergelimpangan karena termakan aksi main goreng para pialang. (arief.budisusilo@bisnis.co.id)

1 comment:

  1. tokoh parpol berhaha-hihi dengan tokoh parpol lain, tapi apa masyarakat peduli, mending cari rejeki.

    ReplyDelete