Wednesday, April 15, 2009

Obral Rumah Mewah di Singapura

Penurunan harga rumah pribadi di Singapura dimanfaatkan betul oleh orang-orang kaya asal Indonesia. Harga rumah di Singapura turun seiring dengan kurang kondusifnya perekonomian "negeri singa" itu. Pembeli asal Indonesia tergolong agresif di antara pembeli dari negara lainnya. Jumlah rumah yang dibeli orang Indonesia hanya kalah tipis dari orang Malaysia.

Dari seluruh rumah yang dibeli orang asing hingga akhir tahun lalu, pembeli Malaysia menempati peringkat pertama (20%). Peringkat kedua diduduki Indonesia (19%), nomor tiga India (12%), dan keempat Cina (11%). Sedangkan bila menilik harga rumah yang dibeli, sebagian besar orang Indonesia membeli rumah di atas US$ 1 juta atau sekitar Rp 11,5 milyar. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata rumah yang dibeli orang Malaysia, yakni US$ 600.000 atau sekitar Rp 6,9 milyar per unit.

Secara umum, pembelian rumah oleh orang asing di Singapura selama tahun 2008 menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari seluruh rumah pribadi yang dilego, yakni sebanyak 4.264 unit, orang asing hanya membeli 24%. Sedangkan pada 2007 sebanyak 26%. "Pembelian rumah pribadi oleh orang asing akan tetap rendah untuk setahun ke depan," kata Chua Chor Hoon, Direktur DTZ, perusahaan konsultan properti di Singapura. DTZ merilis hasil riset itu pada bulan lalu.

Chua menyatakan bahwa penurunan minat orang asing terhadap properti di Singapura disebabkan banyak pembeli masih ragu-ragu menanamkan duitnya pada masa perlambatan ekonomi saat ini. Selain itu, harga rumah di Singapura, biarpun menurun, masih kalah menarik dibandingkan dengan harga rumah di Australia dan Inggris, misalnya. Menurunnya nilai kurs mata uang dua negara itu membuat harga rumah lebih kompetitif.

Di Singapura, pada saat ini minat untuk membeli properti tetap tinggi, tapi minim dalam realisasinya. Sebagian besar pembeli menginginkan harga lebih rendah daripada harga sekarang, meskipun harga pada saat ini sudah jatuh dibandingkan dengan harga tahun lalu. Para pembeli kebanyakan dalam posisi menunggu dan hati-hati untuk melangkah. "Pembeli pada takut membeli sekarang karena harga belum mencapai harga terendah," kata Grace Ng, Deputy Managing Director and Auctioneer Colliers International.

Kebanyakan pembeli menawar secara gila-gilaan. Mereka menawar lebih rendah 25% hingga 50% daripada harga yang ditetapkan penjual. "Ini menggambarkan pasar (properti di Singapura) secara umum," kata Mok Sze Sze, Head of Auctions and Sales Jonas Lang LaSalle, seperti dikutip The Strait Times. Pembeli dan penjual, menurut Mok Sze Sze, sekarang ini sama-sama bertahan. Penjual emoh menurunkan harga lebih dalam, sedangkan pembeli berharap diskon gede untuk mengantisipasi makin ambruknya harga di kemudian hari.

Kondisi properti yang kurang bergairah itu membuat harga sahamnya ikut memble. "Sekarang saham properti sangat murah," kata Donald Chua, analis dari CIMB. Karena itu, di Bursa Saham Singapura, transaksi saham properti adem-ayem saja. Kalaupun ada investor yang mau membeli saham properti, menurut Chua, kuncinya adalah laporan keuangan dari pengembang.

Melissa Bon, analis dari Morgan Stanley, meminta agar investor tidak membeli saham properti secara agresif. "Kita sepaham, banyak sentimen negatif di properti (Singapura) sekarang ini. Pembeli dihadapkan pada kondisi makroekonomi yang tak menentu," katanya. Melissa menambahkan, harga properti akan terus jeblok hingga kondisi makroekonomi pulih. Ia memprediksi, pemulihan itu terjadi dua tahun mendatang.

Irwan Andri Atmanto
[Ekonomi, Gatra Nomor 22 Beredar Kamis, 9 April 2009]

No comments:

Post a Comment