JAKARTA (Bisnis.com): Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) mengungkapkan sedikitnya 30 perusahaan multifinance bermasalah karena terlambat menyerahan laporan keuangan dalam beberapa bulan terakhir dari tenggat seharusnya pada tanggal 10 setiap bulan.
�
Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam LK M. Ihsanuddin menyatakan ke-30 perusahaan multifinance yang juga tidak menyampaikan laporan operasional itu selanjutnya akan dipetakan secara lebih terperinci guna mengefektifkan pengawasan.
"Total jumlah multifinance ada 200-an. Dari jumlah tersebut, kira-kira ada 30 perusahaan yang kami anggap bermasalah, sehingga perlu mendapat perhatian dalam bentuk penegasan otoritas. Ini lebih banyak dari hasil pemeriksaan Februari lalu yang hanya 21 perusahaan," katanya di Jakarta, siang tadi.
Ihsanudin menegaskan hasil pemetaan tersebut bisa saja berupa rekomendasi untuk mencabut izin beberapa perusahaan multifinance yang kinerjanya tidak jelas. "Bisa saja kami hilangkan karena ada beberapa yang punya indikasi ke sana dan memang ini merupakan program kami pada tahun ini," katanya.
Dia menambahkan Bapepam LK masih melakukan pembicaraan dengan bagian pemeriksaan guna mengambil keputusan terbaik terhadap perusahaan multifinance yang bermasalah itu. Yang pasti, langkah tersebut juga akan meningkat kredibilitas otoritas pengawas dan industri pembiayaan secara umum. (Bsi)
Friday, April 24, 2009
Tuesday, April 21, 2009
17 Parpol di Malang tolak hasil Pemilu
MALANG (bisnis.com): Sebanyak 17 partai politik (parpol) peserta pemilihan umum (pemilu) di Kota Malang, Jawa Timur, menolak hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi pemilihan Umum (KPU) setempat.
Koordinator ke-17 parpol yang menolak hasil penghitungan suara tingkat Kota Malang, Bambang GW, Selasa, menyatakan, pelaksanaan Pemilu 2009 sejak awal sudah terjadi ketidakjujuran dan banyak masalah yang tersistematis, termasuk daftar pemilih tetap (DPT).
Selain menolak hasil penghitungan suara ditingkat KPU, Bambang GW yang membawahi 17 parpol tersebut, juga langsung meninggalkan ruangan (tempat penetapan hasil rekapitulasi) KPU, setelah menyatakan penolakannya.
Tidak hanya Bambang GW dan 17 orang ketua masing-masing parpol, tetapi juga para saksi dari 17 parpol tersebut, juga ikut meninggalkan ruangan KPU.
"Dari sini (KPU), kami langsung lapor ke panitia pengawas (panwas) dan ditindaklanjuti ke kepolisian. Meski kami yakin tidak akan ditindaklanjuti, paling tidak kami sudah memenuhi prosedur dan menyatakan sikap sebagai warga negara yang `didzolimi`," katanya.
Ia menegaskan, sikap nyata ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, akan tercermin dalam pemilu presiden (pilpres) Juli 2009.
"Lihat saja nanti, bagaimana sikap kita dalam pilpres," kata Bambang GW dengan nada mengancam.
Ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, di antaranya adalah PBB, Partai Republikan, PKNU, Partai Kedaulatan, Partai Patriot, Partai Merdeka, PBR, Partai Pelopor dan Partai Buruh.
Sementara itu, dalam penetapan rekapitulasi suara tingkat kota di KPU Kota Malang yang dihadiri panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan saksi dari parpol itu, juga masih diwarnai oleh beberapa protes di antaranya penambahan dan pengurangan suara di beberapa PPK.
Selain itu, juga masih adanya tuntutan agar KPU setempat menggelar pencentangan ulang di tempat pemungutan suara (TPS) 23 Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, karena adanya surat suara yang tertukar dan proses pencentangan tetap dilanjutkan.
Ketua KPU Kota Malang, Hendry, S.T., mengatakan, hasil rekapitulasi suara pemilu segera dikirimkan ke KPU Provinsi Jatim, karena sudah ditetapkan dan ditandatangani oleh pihak-pihak terkait, termasuk PPK dan saksi dari parpol. (dj)
Dikutip dari : bisnis.com
Koordinator ke-17 parpol yang menolak hasil penghitungan suara tingkat Kota Malang, Bambang GW, Selasa, menyatakan, pelaksanaan Pemilu 2009 sejak awal sudah terjadi ketidakjujuran dan banyak masalah yang tersistematis, termasuk daftar pemilih tetap (DPT).
Selain menolak hasil penghitungan suara ditingkat KPU, Bambang GW yang membawahi 17 parpol tersebut, juga langsung meninggalkan ruangan (tempat penetapan hasil rekapitulasi) KPU, setelah menyatakan penolakannya.
Tidak hanya Bambang GW dan 17 orang ketua masing-masing parpol, tetapi juga para saksi dari 17 parpol tersebut, juga ikut meninggalkan ruangan KPU.
"Dari sini (KPU), kami langsung lapor ke panitia pengawas (panwas) dan ditindaklanjuti ke kepolisian. Meski kami yakin tidak akan ditindaklanjuti, paling tidak kami sudah memenuhi prosedur dan menyatakan sikap sebagai warga negara yang `didzolimi`," katanya.
Ia menegaskan, sikap nyata ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, akan tercermin dalam pemilu presiden (pilpres) Juli 2009.
"Lihat saja nanti, bagaimana sikap kita dalam pilpres," kata Bambang GW dengan nada mengancam.
Ke-17 parpol yang menolak hasil rekapitulasi suara tingkat kota tersebut, di antaranya adalah PBB, Partai Republikan, PKNU, Partai Kedaulatan, Partai Patriot, Partai Merdeka, PBR, Partai Pelopor dan Partai Buruh.
Sementara itu, dalam penetapan rekapitulasi suara tingkat kota di KPU Kota Malang yang dihadiri panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan saksi dari parpol itu, juga masih diwarnai oleh beberapa protes di antaranya penambahan dan pengurangan suara di beberapa PPK.
Selain itu, juga masih adanya tuntutan agar KPU setempat menggelar pencentangan ulang di tempat pemungutan suara (TPS) 23 Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, karena adanya surat suara yang tertukar dan proses pencentangan tetap dilanjutkan.
Ketua KPU Kota Malang, Hendry, S.T., mengatakan, hasil rekapitulasi suara pemilu segera dikirimkan ke KPU Provinsi Jatim, karena sudah ditetapkan dan ditandatangani oleh pihak-pihak terkait, termasuk PPK dan saksi dari parpol. (dj)
Dikutip dari : bisnis.com
Monday, April 20, 2009
Penutupan Bank IFI Bisa Berefek Domino
JAKARTA - Likuidasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank IFI sebenarnya telah lama diprediksi oleh berbagai pihak. Namun demikian, kekhawatiran bahwa kebijakan Bank Indonesia (BI) tersebut bakal merembet bagai teori domino pada bank-bank kecil lainnya tetap menjadi perhatian utama.
Problem utama bagi bank kecil terutama terkait dengan krisis likuiditas. Persaingan yang terjadi pasca krisis tidak hanya melibatkan pertarungan tidak seimbang merebut likuiditas antara bank-bank berskala menengah kecil dan bank besar. Diterbitkannya instrument investasi seperti sukuk dan SUN (surat utang negara) juga ikut menyedot likuiditas masyarakat di pasar.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Dradjad Hari Wibowo mengatakan meskipun bank kecil seperti IFI tidak sistemik, namun harus dijaga jangan sampai ada efek psikologis terhadap bank-bank kecil lain.
"Bank Century masih belum lama kasusnya, sekarang ada masalah Bank IFI. Sementara BI pernah menyatakan bank-bank aman-aman saja," ujar Dradjad di Jakarta akhir pekan lalu.
Untuk mencegah efek psikologis itu, seluruh dana yang dijamin harus segera dikembalikan. "Jangan sampai ada satu saja nasabah yang dijamin yang tidak bisa menarik dananya," ujarnya.
Dradjad berpendapat, yang tidak bisa dihindarkan adalah efeknya terhadap suku bunga dan DPK (dana pihak ketiga), terutama bank-bank kecil. Nasabah di atas Rp 2 miliar akan malas menyimpan dana di bank-bank kecil. "Mereka akan meminta suku bunga jauh lebih tinggi, baik di bank kecil atau besar," katanya.
Di sisi lain, Dradjad berpendapat Bank IFI seharusnya sudah harus ditutup sejak dulu. "BI kadang terlalu memberi ruangan kepada bank, meski tahu bank tersebut sangat bermasalah. Jadi langkah BI menutup bank ini sangat tepat, meski terlambat lama," ujarnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), Firdaus Djaelani menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah menangani soal dana nasabah Bank IFI pasca penutupan "Tim likuidasi dan tim verifikasi akan bekerja. Tim ini yang mencari rekening yang layak dibayar maupun yang tidak layak dibayar LPS," lanjutnya.
Firdaus menambahkan bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah rekening yang masuk di dalam program penjaminan atau di bawah Rp 2 miliar dan sesuai dengan bunga penjaminan.
"Kalau rekening yang dibuka baru 2 atau 3 bulan lalu kan bunga penjaminan masih 8,75 persen kalau dibawah itu masih bisa. Sebab bunga penjaminan sekarang kan sudah 7,75 persen. Jadi sesuai dengan suku bunga penjaminan waktu rekening di buka untuk yang baru," jelasnya.
Firdaus menjelaskan bahwa nantinya kedua tim tersebut memberi laporan kepada LPS. "Kalau ada temuan dugaan pidana sehingga menyebabkan Bank IFI tutup maka akan diteruskan ke pihak kepolisian. Kalau hanya perdata maka melalui pengadilan negeri untuk meminta pertanggungjawaban pemilik dan pengelola bank tersebut," sebutnya.(sof/iw/fan)
Dikutip dari : Jawapos.com
Problem utama bagi bank kecil terutama terkait dengan krisis likuiditas. Persaingan yang terjadi pasca krisis tidak hanya melibatkan pertarungan tidak seimbang merebut likuiditas antara bank-bank berskala menengah kecil dan bank besar. Diterbitkannya instrument investasi seperti sukuk dan SUN (surat utang negara) juga ikut menyedot likuiditas masyarakat di pasar.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Dradjad Hari Wibowo mengatakan meskipun bank kecil seperti IFI tidak sistemik, namun harus dijaga jangan sampai ada efek psikologis terhadap bank-bank kecil lain.
"Bank Century masih belum lama kasusnya, sekarang ada masalah Bank IFI. Sementara BI pernah menyatakan bank-bank aman-aman saja," ujar Dradjad di Jakarta akhir pekan lalu.
Untuk mencegah efek psikologis itu, seluruh dana yang dijamin harus segera dikembalikan. "Jangan sampai ada satu saja nasabah yang dijamin yang tidak bisa menarik dananya," ujarnya.
Dradjad berpendapat, yang tidak bisa dihindarkan adalah efeknya terhadap suku bunga dan DPK (dana pihak ketiga), terutama bank-bank kecil. Nasabah di atas Rp 2 miliar akan malas menyimpan dana di bank-bank kecil. "Mereka akan meminta suku bunga jauh lebih tinggi, baik di bank kecil atau besar," katanya.
Di sisi lain, Dradjad berpendapat Bank IFI seharusnya sudah harus ditutup sejak dulu. "BI kadang terlalu memberi ruangan kepada bank, meski tahu bank tersebut sangat bermasalah. Jadi langkah BI menutup bank ini sangat tepat, meski terlambat lama," ujarnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), Firdaus Djaelani menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah menangani soal dana nasabah Bank IFI pasca penutupan "Tim likuidasi dan tim verifikasi akan bekerja. Tim ini yang mencari rekening yang layak dibayar maupun yang tidak layak dibayar LPS," lanjutnya.
Firdaus menambahkan bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah rekening yang masuk di dalam program penjaminan atau di bawah Rp 2 miliar dan sesuai dengan bunga penjaminan.
"Kalau rekening yang dibuka baru 2 atau 3 bulan lalu kan bunga penjaminan masih 8,75 persen kalau dibawah itu masih bisa. Sebab bunga penjaminan sekarang kan sudah 7,75 persen. Jadi sesuai dengan suku bunga penjaminan waktu rekening di buka untuk yang baru," jelasnya.
Firdaus menjelaskan bahwa nantinya kedua tim tersebut memberi laporan kepada LPS. "Kalau ada temuan dugaan pidana sehingga menyebabkan Bank IFI tutup maka akan diteruskan ke pihak kepolisian. Kalau hanya perdata maka melalui pengadilan negeri untuk meminta pertanggungjawaban pemilik dan pengelola bank tersebut," sebutnya.(sof/iw/fan)
Dikutip dari : Jawapos.com
Wednesday, April 15, 2009
Obral Rumah Mewah di Singapura
Penurunan harga rumah pribadi di Singapura dimanfaatkan betul oleh orang-orang kaya asal Indonesia. Harga rumah di Singapura turun seiring dengan kurang kondusifnya perekonomian "negeri singa" itu. Pembeli asal Indonesia tergolong agresif di antara pembeli dari negara lainnya. Jumlah rumah yang dibeli orang Indonesia hanya kalah tipis dari orang Malaysia.
Dari seluruh rumah yang dibeli orang asing hingga akhir tahun lalu, pembeli Malaysia menempati peringkat pertama (20%). Peringkat kedua diduduki Indonesia (19%), nomor tiga India (12%), dan keempat Cina (11%). Sedangkan bila menilik harga rumah yang dibeli, sebagian besar orang Indonesia membeli rumah di atas US$ 1 juta atau sekitar Rp 11,5 milyar. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata rumah yang dibeli orang Malaysia, yakni US$ 600.000 atau sekitar Rp 6,9 milyar per unit.
Secara umum, pembelian rumah oleh orang asing di Singapura selama tahun 2008 menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari seluruh rumah pribadi yang dilego, yakni sebanyak 4.264 unit, orang asing hanya membeli 24%. Sedangkan pada 2007 sebanyak 26%. "Pembelian rumah pribadi oleh orang asing akan tetap rendah untuk setahun ke depan," kata Chua Chor Hoon, Direktur DTZ, perusahaan konsultan properti di Singapura. DTZ merilis hasil riset itu pada bulan lalu.
Chua menyatakan bahwa penurunan minat orang asing terhadap properti di Singapura disebabkan banyak pembeli masih ragu-ragu menanamkan duitnya pada masa perlambatan ekonomi saat ini. Selain itu, harga rumah di Singapura, biarpun menurun, masih kalah menarik dibandingkan dengan harga rumah di Australia dan Inggris, misalnya. Menurunnya nilai kurs mata uang dua negara itu membuat harga rumah lebih kompetitif.
Di Singapura, pada saat ini minat untuk membeli properti tetap tinggi, tapi minim dalam realisasinya. Sebagian besar pembeli menginginkan harga lebih rendah daripada harga sekarang, meskipun harga pada saat ini sudah jatuh dibandingkan dengan harga tahun lalu. Para pembeli kebanyakan dalam posisi menunggu dan hati-hati untuk melangkah. "Pembeli pada takut membeli sekarang karena harga belum mencapai harga terendah," kata Grace Ng, Deputy Managing Director and Auctioneer Colliers International.
Kebanyakan pembeli menawar secara gila-gilaan. Mereka menawar lebih rendah 25% hingga 50% daripada harga yang ditetapkan penjual. "Ini menggambarkan pasar (properti di Singapura) secara umum," kata Mok Sze Sze, Head of Auctions and Sales Jonas Lang LaSalle, seperti dikutip The Strait Times. Pembeli dan penjual, menurut Mok Sze Sze, sekarang ini sama-sama bertahan. Penjual emoh menurunkan harga lebih dalam, sedangkan pembeli berharap diskon gede untuk mengantisipasi makin ambruknya harga di kemudian hari.
Kondisi properti yang kurang bergairah itu membuat harga sahamnya ikut memble. "Sekarang saham properti sangat murah," kata Donald Chua, analis dari CIMB. Karena itu, di Bursa Saham Singapura, transaksi saham properti adem-ayem saja. Kalaupun ada investor yang mau membeli saham properti, menurut Chua, kuncinya adalah laporan keuangan dari pengembang.
Melissa Bon, analis dari Morgan Stanley, meminta agar investor tidak membeli saham properti secara agresif. "Kita sepaham, banyak sentimen negatif di properti (Singapura) sekarang ini. Pembeli dihadapkan pada kondisi makroekonomi yang tak menentu," katanya. Melissa menambahkan, harga properti akan terus jeblok hingga kondisi makroekonomi pulih. Ia memprediksi, pemulihan itu terjadi dua tahun mendatang.
Irwan Andri Atmanto
[Ekonomi, Gatra Nomor 22 Beredar Kamis, 9 April 2009]
Dari seluruh rumah yang dibeli orang asing hingga akhir tahun lalu, pembeli Malaysia menempati peringkat pertama (20%). Peringkat kedua diduduki Indonesia (19%), nomor tiga India (12%), dan keempat Cina (11%). Sedangkan bila menilik harga rumah yang dibeli, sebagian besar orang Indonesia membeli rumah di atas US$ 1 juta atau sekitar Rp 11,5 milyar. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata rumah yang dibeli orang Malaysia, yakni US$ 600.000 atau sekitar Rp 6,9 milyar per unit.
Secara umum, pembelian rumah oleh orang asing di Singapura selama tahun 2008 menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari seluruh rumah pribadi yang dilego, yakni sebanyak 4.264 unit, orang asing hanya membeli 24%. Sedangkan pada 2007 sebanyak 26%. "Pembelian rumah pribadi oleh orang asing akan tetap rendah untuk setahun ke depan," kata Chua Chor Hoon, Direktur DTZ, perusahaan konsultan properti di Singapura. DTZ merilis hasil riset itu pada bulan lalu.
Chua menyatakan bahwa penurunan minat orang asing terhadap properti di Singapura disebabkan banyak pembeli masih ragu-ragu menanamkan duitnya pada masa perlambatan ekonomi saat ini. Selain itu, harga rumah di Singapura, biarpun menurun, masih kalah menarik dibandingkan dengan harga rumah di Australia dan Inggris, misalnya. Menurunnya nilai kurs mata uang dua negara itu membuat harga rumah lebih kompetitif.
Di Singapura, pada saat ini minat untuk membeli properti tetap tinggi, tapi minim dalam realisasinya. Sebagian besar pembeli menginginkan harga lebih rendah daripada harga sekarang, meskipun harga pada saat ini sudah jatuh dibandingkan dengan harga tahun lalu. Para pembeli kebanyakan dalam posisi menunggu dan hati-hati untuk melangkah. "Pembeli pada takut membeli sekarang karena harga belum mencapai harga terendah," kata Grace Ng, Deputy Managing Director and Auctioneer Colliers International.
Kebanyakan pembeli menawar secara gila-gilaan. Mereka menawar lebih rendah 25% hingga 50% daripada harga yang ditetapkan penjual. "Ini menggambarkan pasar (properti di Singapura) secara umum," kata Mok Sze Sze, Head of Auctions and Sales Jonas Lang LaSalle, seperti dikutip The Strait Times. Pembeli dan penjual, menurut Mok Sze Sze, sekarang ini sama-sama bertahan. Penjual emoh menurunkan harga lebih dalam, sedangkan pembeli berharap diskon gede untuk mengantisipasi makin ambruknya harga di kemudian hari.
Kondisi properti yang kurang bergairah itu membuat harga sahamnya ikut memble. "Sekarang saham properti sangat murah," kata Donald Chua, analis dari CIMB. Karena itu, di Bursa Saham Singapura, transaksi saham properti adem-ayem saja. Kalaupun ada investor yang mau membeli saham properti, menurut Chua, kuncinya adalah laporan keuangan dari pengembang.
Melissa Bon, analis dari Morgan Stanley, meminta agar investor tidak membeli saham properti secara agresif. "Kita sepaham, banyak sentimen negatif di properti (Singapura) sekarang ini. Pembeli dihadapkan pada kondisi makroekonomi yang tak menentu," katanya. Melissa menambahkan, harga properti akan terus jeblok hingga kondisi makroekonomi pulih. Ia memprediksi, pemulihan itu terjadi dua tahun mendatang.
Irwan Andri Atmanto
[Ekonomi, Gatra Nomor 22 Beredar Kamis, 9 April 2009]
Monday, April 13, 2009
Carrefour Bantah Lakukan Monopoli
Jakarta, 13 April 2009 14:22
PT Carrefour Indonesia membantah dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU), bahwa pihaknya telah melakukan monopoli dengan menguasai lebih 50 persen pangsa pasar.
"Tadi sudah kami sampaikan, bahwa pangsa pasar kami tidak dominan, di bawah 50 persen," kata Corporate Affairs Director Carrefour Irawan Kadarman, usai memenuhi panggilan KPPU di Kantor KPPU Jakarta, Senin (13/4).
Menurut dia, perusahaannya selalu mematuhi peraturan perundangan yang berlaku termasuk proses akuisisi Alfamart. "Pangsa pasar kita tidak dominan, artinya kami tidak terima dugaan tersebut," ujarnya.
Pada pemeriksaan pertama ini, Carrefour juga meminta klarifikasi dan keterangan dari KPPU. Irawan menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan oleh tim pemeriksa KPPU antara lain terkait penjualan dan pemain/pelaku usaha di bidang ritel modern.
"Lalu ada asumsi-asumsi yang kita pertanyakan,"tambahnya.
Sementara itu, terkait syarat perdagangan yang dikenakan Carrefour pada pemasoknya, Irawan mengatakan pihaknya telah mematuhi Permendag 53/2008 yang beberapa pasalnya mengatur besaran syarat perdagangan.
"Kalau 2009 acuannya Permendag, kalau tahun lalu acuannya Perpres 112," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Benny Pasaribu meminta semua pelaku usaha bekerjasama dalam menyelesaikan kasus dugaan monopoli Carrefour ini.
"Carrefour hari ini kita minta keterangannya, sudah ada tim pemeriksanya juga. Kita minta seluruh pelaku usaha untuk comply (patuh)," katanya.
Menurut dia, tim perkara dugaan monopoli Carrefour menemukan pangsa pasar ritel moderen yang dikuasai perusahaan asal Perancis itu di sisi hulu (penguasaan terhadap pemasok) sudah melampaui 60 persen sedangkan di sisi hilir (antara hipermarket dan supermarket) melampaui 40 persen.
Sementara Carrefour sebelumnya mengaku hanya menguasai tujuh persen pangsa pasar ritel di Indonesia. "Sekarang kita buktikan datanya, pangsa pasar tujuh persen itu jangan dihitung dengan pasar tradisional lah..mereka kan main di ritel moderen, sekarang kita cocokkan angka kita lah..."ujar Benny.
Meski dugaan monopoli terjadi akibat akuisisi Carrefour terhadap Alfamart, namun Benny mengatakan masih akan mempelajari tindakan yang bisa diambil nantinya.
"Soal akuisisi masih sedang dipelajari, dampaknya masih kita cari keterangannya," tuturnya menjawab kemungkinan dibatalkannya akuisisi tersebut.
Hal lain yang menjadi perhatian KPPU adalah terkait perilaku Carrefour terhadap pemasoknya. "Bagaimana perlakuan mereka terhadap pelaku usaha kecil dan pemasoknya,?" tambahnya.
Pasca akuisisi, syarat perdagangan Alfamart mengikuti Carrefour dan dinilai memberatkan pemasok karena semakin besar.
"Ini dalam rangka menjaga kesejahteraan rakyat dan melindungi pengusaha kecil dan koperasi, persaingan usaha yang sehat itu artinya memberi kesempatan yang sama,jangan hanya pemilik modal yang menguasai segala-galanya,"kata Benny.
KPPU telah memulai pemeriksaan terhadap dugaan monopoli Carrefour sejak awal April 2009 dengan ketua tim Dedie S. Martadisastra. Pemeriksaan pendahuluan akan berlangsung selama 30 hari ke depan. [TMA, Ant]
Dikutip dari : Gatra Online
PT Carrefour Indonesia membantah dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU), bahwa pihaknya telah melakukan monopoli dengan menguasai lebih 50 persen pangsa pasar.
"Tadi sudah kami sampaikan, bahwa pangsa pasar kami tidak dominan, di bawah 50 persen," kata Corporate Affairs Director Carrefour Irawan Kadarman, usai memenuhi panggilan KPPU di Kantor KPPU Jakarta, Senin (13/4).
Menurut dia, perusahaannya selalu mematuhi peraturan perundangan yang berlaku termasuk proses akuisisi Alfamart. "Pangsa pasar kita tidak dominan, artinya kami tidak terima dugaan tersebut," ujarnya.
Pada pemeriksaan pertama ini, Carrefour juga meminta klarifikasi dan keterangan dari KPPU. Irawan menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan oleh tim pemeriksa KPPU antara lain terkait penjualan dan pemain/pelaku usaha di bidang ritel modern.
"Lalu ada asumsi-asumsi yang kita pertanyakan,"tambahnya.
Sementara itu, terkait syarat perdagangan yang dikenakan Carrefour pada pemasoknya, Irawan mengatakan pihaknya telah mematuhi Permendag 53/2008 yang beberapa pasalnya mengatur besaran syarat perdagangan.
"Kalau 2009 acuannya Permendag, kalau tahun lalu acuannya Perpres 112," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Benny Pasaribu meminta semua pelaku usaha bekerjasama dalam menyelesaikan kasus dugaan monopoli Carrefour ini.
"Carrefour hari ini kita minta keterangannya, sudah ada tim pemeriksanya juga. Kita minta seluruh pelaku usaha untuk comply (patuh)," katanya.
Menurut dia, tim perkara dugaan monopoli Carrefour menemukan pangsa pasar ritel moderen yang dikuasai perusahaan asal Perancis itu di sisi hulu (penguasaan terhadap pemasok) sudah melampaui 60 persen sedangkan di sisi hilir (antara hipermarket dan supermarket) melampaui 40 persen.
Sementara Carrefour sebelumnya mengaku hanya menguasai tujuh persen pangsa pasar ritel di Indonesia. "Sekarang kita buktikan datanya, pangsa pasar tujuh persen itu jangan dihitung dengan pasar tradisional lah..mereka kan main di ritel moderen, sekarang kita cocokkan angka kita lah..."ujar Benny.
Meski dugaan monopoli terjadi akibat akuisisi Carrefour terhadap Alfamart, namun Benny mengatakan masih akan mempelajari tindakan yang bisa diambil nantinya.
"Soal akuisisi masih sedang dipelajari, dampaknya masih kita cari keterangannya," tuturnya menjawab kemungkinan dibatalkannya akuisisi tersebut.
Hal lain yang menjadi perhatian KPPU adalah terkait perilaku Carrefour terhadap pemasoknya. "Bagaimana perlakuan mereka terhadap pelaku usaha kecil dan pemasoknya,?" tambahnya.
Pasca akuisisi, syarat perdagangan Alfamart mengikuti Carrefour dan dinilai memberatkan pemasok karena semakin besar.
"Ini dalam rangka menjaga kesejahteraan rakyat dan melindungi pengusaha kecil dan koperasi, persaingan usaha yang sehat itu artinya memberi kesempatan yang sama,jangan hanya pemilik modal yang menguasai segala-galanya,"kata Benny.
KPPU telah memulai pemeriksaan terhadap dugaan monopoli Carrefour sejak awal April 2009 dengan ketua tim Dedie S. Martadisastra. Pemeriksaan pendahuluan akan berlangsung selama 30 hari ke depan. [TMA, Ant]
Dikutip dari : Gatra Online
Sunday, April 12, 2009
Daun Ubi Jalar (Ular) Obat DBD Paling Ampuh
Dikutip dari tulisan : Omri
Agak melenceng dari topik blog, tapi semoga bermanfaat bagi temen2 yang punya masalah DBD, semoga .....
Ini jelas iklan..dan kalau sampai masuk ke blog ini, berarti sang redaktur mengizinkan.Masalahnya yang satu ini tidak dijual di apotik, tapi cukup gampang didapat, nyari sendiri dan murah. Jadi iklannya tidak mempromosikan produk obat dan tidak butuh Badan POM untuk melegalisir.
Obat DBD, demam berdarah dengue yang paling top dan ampuh saat ini, dan perlu dimasyarakatkan adalah Daun ULAR, alias Daun UBI JALAR. Ambil pucuk daun ubi jalar sebanyak porsi ikatan sayuran, rebus dengan seliter air selama lebih dari 5 menit [godok 1 jam juga bisa]. Minum sebagai pengganti air minum, berarti sekitar seliter sehari. Ubi jalar ya Bung, bukan daun singkong. Ubi Jalar. Makanya saya pendekin jadi DAUN ULAR, biar pada inget, karena sudah beberapa teman jadi kekenyangan makan daun singkong.
Resep ini sudah saya coba beberapa kali. Ponakan kena DBD, trombosit turun ke 80 ribu, sehari diberi rebusan daun ular, langsung naik diatas 150 ribu. Rumah sakit pada marah, kehilangan pasien. hehehe..
Beberapa teman juga saya sudah suruh coba, ampuh Boss. Isteri saya 3 minggu lewat di "vonis" DBD oleh dokter, tanpa lihat hasil labnya, langsung saya kasih daun ular kita, besoknya test lagi Trombositnya jadi 396 ribu. Gila, maximumnya biasanya 400 ribu. Ternyata waktu dibilang DBD, trombosit istri saya masih 150 ribu. Hebat tenan.
Resep ini dari mana? Dari teman di Philippine, dan sedang populer sekali di sana dan beberapa kali menjadi topik seminar kesehatan di sana . Untuk lebih afdolnya anda googling saja " comote" atau "kamote", begitu bahasa sononya, supaya ndak merasa dikadali... Jangan googling nya "daun ular", yang keluar nanti gambar kobra ngantuk.. hehehe.
Selamat mencoba dan tolong diterusin ke tetangga dong. Ini murah meriah dan HEBAT. Efek sampingan mestinya tidak ada, karena daun ini biasa juga dibikin jadi sayur di kampung saya atau paling tidak dibikin menjadi makanan ternak..
Agak melenceng dari topik blog, tapi semoga bermanfaat bagi temen2 yang punya masalah DBD, semoga .....
Ini jelas iklan..dan kalau sampai masuk ke blog ini, berarti sang redaktur mengizinkan.Masalahnya yang satu ini tidak dijual di apotik, tapi cukup gampang didapat, nyari sendiri dan murah. Jadi iklannya tidak mempromosikan produk obat dan tidak butuh Badan POM untuk melegalisir.
Obat DBD, demam berdarah dengue yang paling top dan ampuh saat ini, dan perlu dimasyarakatkan adalah Daun ULAR, alias Daun UBI JALAR. Ambil pucuk daun ubi jalar sebanyak porsi ikatan sayuran, rebus dengan seliter air selama lebih dari 5 menit [godok 1 jam juga bisa]. Minum sebagai pengganti air minum, berarti sekitar seliter sehari. Ubi jalar ya Bung, bukan daun singkong. Ubi Jalar. Makanya saya pendekin jadi DAUN ULAR, biar pada inget, karena sudah beberapa teman jadi kekenyangan makan daun singkong.
Resep ini sudah saya coba beberapa kali. Ponakan kena DBD, trombosit turun ke 80 ribu, sehari diberi rebusan daun ular, langsung naik diatas 150 ribu. Rumah sakit pada marah, kehilangan pasien. hehehe..
Beberapa teman juga saya sudah suruh coba, ampuh Boss. Isteri saya 3 minggu lewat di "vonis" DBD oleh dokter, tanpa lihat hasil labnya, langsung saya kasih daun ular kita, besoknya test lagi Trombositnya jadi 396 ribu. Gila, maximumnya biasanya 400 ribu. Ternyata waktu dibilang DBD, trombosit istri saya masih 150 ribu. Hebat tenan.
Resep ini dari mana? Dari teman di Philippine, dan sedang populer sekali di sana dan beberapa kali menjadi topik seminar kesehatan di sana . Untuk lebih afdolnya anda googling saja " comote" atau "kamote", begitu bahasa sononya, supaya ndak merasa dikadali... Jangan googling nya "daun ular", yang keluar nanti gambar kobra ngantuk.. hehehe.
Selamat mencoba dan tolong diterusin ke tetangga dong. Ini murah meriah dan HEBAT. Efek sampingan mestinya tidak ada, karena daun ini biasa juga dibikin jadi sayur di kampung saya atau paling tidak dibikin menjadi makanan ternak..
Friday, April 10, 2009
Jangankan Memilih, Menghitung Saja Mereka Pening
Sabtu, 11 April 2009 | 06:48 WIB
PEKANBARU, KOMPAS.com - Hari pemilihan umum walau telah berlalu pada Kamis (9/4), namun bagi warga Talang Mamak, suku asli Riau yang bermukim di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau masih menjadi pembicaraan terutama tentang fungsi surat suara yang berukuran besar dan berjumlah empat lembar.
"Kertas yang hendak dipilih itu ukurannya besar, banyak pulak sampai empat helai," ujar Lonceng, seorang warga Talang Mamak yang bermukim di Desa Talang Kedabu, Jumat.
Lonceng menceritakan tentang pengalamannya ikut memilih pada Kamis di Tempat Pemilihan Suara (TPS) 3 di desanya. Semula ia bingung mau diapakan empat lipatan kertas yang diberikan oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan kemudian menyuruhnya masuk bilik suara.
Surat suara tersebut helai demi helai dibukanya dan dia pun tidak paham mau diapakan. Lama ia memandang kertas berukuran besar yang berada di depannya itu dan kemudian kertas tersebut dibawanya lagi keluar bilik suara.
"Mau diapakan kertas ini?" tanyanya pada beberapa petugas yang disambut gelak tawa warga yang hadir termasuk petugas pemungutan suara di TPS itu.
Setelah dijelaskan bahwa dia harus memilih partai atau nama calon yang tertera di kertas tersebut dengan cara mencoret, barulah dia masuk lagi ke bilik suara.
"Disuruh mencoret salah satu partai ya saya coret tapi entahlah, tepat atau tidak saya tidak tau," katanya seraya menghisap dengan nikmatnya sebatang rokok nipah.
Pening
Ketidaktahuan masyarakat asli Riau itu tentang proses memilih dalam Pemilu 2009 juga diakui seorang pengawas independen yang menyusuri TPS-TPS yang berada di desa-desa pemukiman Talang Mamak di Inhu.
"Banyak surat suara tidak sah di TPS-TPS yang kami kunjungi. Ketidaktahuan masyarakat dalam memilih yang menyebabkan surat suara tidak sah," ungkap Ameng, salah seorang aktivis LSM yang memantau pelaksanaan pemilu di pemukiman warga suku asli itu.
Menurut dia, ketidaktahuan masyarakat itu selain penduduk asli tersebut banyak yang buta huruf juga tidak adanya sosialisasi tentang pemilu pada masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun partai politik.
Itu sebabnya, lanjut dia, banyak warga Talang Mamak kebingungan saat berada di bilik suara. Ada warga yang begitu menerima surat suara dari petugas PPS langsung berlalu meninggalkan TPS dan setelah dijelaskan barulah ia masuk ke bilik suara namun tidak melakukan pemilihan tapi mendekam lama-lama di bilik suara. Entah apa dibuatnya.
Ada juga warga yang memilih dengan cara mencentang pada bagian kotak pilihan nama calon legislatif yang kosong ataupun mencoret diantara kotak-kotak partai, yang menyebabkan surat suara tersebut hangus.
"Banyak surat suara menjadi hangus karena ketidaktahuan cara memilih. Satu TPS bahkan mencapai puluhan surat suara," ungkap Ameng.
Kebingungan lainnya, lanjut Ameng, adalah saat penghitungan surat suara. Petugas PPS di PTS umumnya adalah warga Talang Mamak dengan pengetahuan tulis baca yang minim sehingga untuk merekapitulasi suara mereka juga kewalahan jika tidak dibantu oleh petugas dari kecamatan.
"Jangankan hendak memilih mereka pening, menghitung jumlah suara saja mereka pening. Itu sebabnya di TPS-TPS di daerah Talang Mamak penghitungan suara berlangsung hingga subuh," ungkap Ameng.
PEKANBARU, KOMPAS.com - Hari pemilihan umum walau telah berlalu pada Kamis (9/4), namun bagi warga Talang Mamak, suku asli Riau yang bermukim di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau masih menjadi pembicaraan terutama tentang fungsi surat suara yang berukuran besar dan berjumlah empat lembar.
"Kertas yang hendak dipilih itu ukurannya besar, banyak pulak sampai empat helai," ujar Lonceng, seorang warga Talang Mamak yang bermukim di Desa Talang Kedabu, Jumat.
Lonceng menceritakan tentang pengalamannya ikut memilih pada Kamis di Tempat Pemilihan Suara (TPS) 3 di desanya. Semula ia bingung mau diapakan empat lipatan kertas yang diberikan oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan kemudian menyuruhnya masuk bilik suara.
Surat suara tersebut helai demi helai dibukanya dan dia pun tidak paham mau diapakan. Lama ia memandang kertas berukuran besar yang berada di depannya itu dan kemudian kertas tersebut dibawanya lagi keluar bilik suara.
"Mau diapakan kertas ini?" tanyanya pada beberapa petugas yang disambut gelak tawa warga yang hadir termasuk petugas pemungutan suara di TPS itu.
Setelah dijelaskan bahwa dia harus memilih partai atau nama calon yang tertera di kertas tersebut dengan cara mencoret, barulah dia masuk lagi ke bilik suara.
"Disuruh mencoret salah satu partai ya saya coret tapi entahlah, tepat atau tidak saya tidak tau," katanya seraya menghisap dengan nikmatnya sebatang rokok nipah.
Pening
Ketidaktahuan masyarakat asli Riau itu tentang proses memilih dalam Pemilu 2009 juga diakui seorang pengawas independen yang menyusuri TPS-TPS yang berada di desa-desa pemukiman Talang Mamak di Inhu.
"Banyak surat suara tidak sah di TPS-TPS yang kami kunjungi. Ketidaktahuan masyarakat dalam memilih yang menyebabkan surat suara tidak sah," ungkap Ameng, salah seorang aktivis LSM yang memantau pelaksanaan pemilu di pemukiman warga suku asli itu.
Menurut dia, ketidaktahuan masyarakat itu selain penduduk asli tersebut banyak yang buta huruf juga tidak adanya sosialisasi tentang pemilu pada masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun partai politik.
Itu sebabnya, lanjut dia, banyak warga Talang Mamak kebingungan saat berada di bilik suara. Ada warga yang begitu menerima surat suara dari petugas PPS langsung berlalu meninggalkan TPS dan setelah dijelaskan barulah ia masuk ke bilik suara namun tidak melakukan pemilihan tapi mendekam lama-lama di bilik suara. Entah apa dibuatnya.
Ada juga warga yang memilih dengan cara mencentang pada bagian kotak pilihan nama calon legislatif yang kosong ataupun mencoret diantara kotak-kotak partai, yang menyebabkan surat suara tersebut hangus.
"Banyak surat suara menjadi hangus karena ketidaktahuan cara memilih. Satu TPS bahkan mencapai puluhan surat suara," ungkap Ameng.
Kebingungan lainnya, lanjut Ameng, adalah saat penghitungan surat suara. Petugas PPS di PTS umumnya adalah warga Talang Mamak dengan pengetahuan tulis baca yang minim sehingga untuk merekapitulasi suara mereka juga kewalahan jika tidak dibantu oleh petugas dari kecamatan.
"Jangankan hendak memilih mereka pening, menghitung jumlah suara saja mereka pening. Itu sebabnya di TPS-TPS di daerah Talang Mamak penghitungan suara berlangsung hingga subuh," ungkap Ameng.
Subscribe to:
Posts (Atom)